Etika bisnis lahir di Amerika pada
tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980an dan menjadi fenomena global
di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang
membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulai terlibat
dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis
dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia
bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling
gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di
Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika
industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming agar
dibatasi, Amerika menolaknya. Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam
tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi
Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama
melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap
penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara
halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba”.
Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah
kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat
pada sabda Rasulullah SAW:
”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu
ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis
Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab
manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam. Kunci etis dan moral
bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya
Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang
pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami
yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan
akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia
tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik
bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis
Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran
adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya
”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada
kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak
yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai
hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia,
serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia.
Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak
menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang
tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang
tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga)
bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits).
Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka kunci
rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah
urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal ”Allah mengasihi orang yang
lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits). Konsekuen
terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun
sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah
akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu
pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan
orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu
tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika
dipercaya ia khianat” (Hadits).
Aktivitas Bisnis yang Terlarang
dalam Syariah
1. Menghindari transaksi bisnis yang
diharamkan agama Islam. Seorang muslim harus komitmen dalam berinteraksi dengan
hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim tidak boleh
melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang diharamkan oleh syariah. Dan seorang
pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan
kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak halal atau mengandung bahan tak
halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan
dunia gemerlap seperti night club discotic cafe tempat bercampurnya laki-laki
dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan minuman dan makanan tak
halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al - Maidah;100) adalah kegiatan
bisnis yang diharamkan.
2. Menghindari cara memperoleh dan
menggunakan harta secara tidak halal. Praktik riba yang menyengsarakan agar
dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279),
sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak
transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan
akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh
orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah
perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 –35).
Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya
kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut
dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan
bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
3. Persaingan yang tidak fair sangat
dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188:
”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil”.
Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan
tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah”,
”Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan
monopoli itu dilaknat”. Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar
dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai cara, seringkali
dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk memahalkan harga
agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Rasulullah
bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga,
niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak
di hari kiamat”.
4. Pemalsuan dan penipuan, Islam
sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat menyebabkan kerugian,
kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Allah berfirman
dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan
timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual maka
jangan menipu orang dengan kata-kata manis”. Dalam bisnis modern paling tidak
kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang dilakukan sebagian pebisnis dalam
melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai
bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a) Penawaran dan pengakuan
(testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan oleh penjual seolah barang
dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan
testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
b) Iklan yang tidak sesuai dengan
kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau
dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat
radio seringkali memberikan keterangan palsu.
c) Eksploitasi wanita, produk-produk
seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk lainnya seringkali melakukan
eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau dalam suatu
pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim menjadi
penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu
pembeli agar melakukan pembelian terhadap produk mereka. Model promosi tersebut
dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam sebagai agama yang
menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat
dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses jual beli harus dikaitkan
dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkan rezeki
yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya
setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari’ah Islam secara menyeluruh,
termasuk ’etika jual beli’.
Sumber : Achyar Eldine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar